Bubur ayam adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang sangat populer di berbagai kalangan masyarakat. Hidangan ini terdiri dari nasi yang dimasak hingga menjadi bubur, kemudian diberi suwiran ayam dan berbagai macam topping. Bubur ayam dapat ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, dari pedagang kaki lima hingga restoran mewah, menjadikannya salah satu makanan yang merakyat dan mudah dijangkau.
Menurut berbagai sumber, bubur sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu kala, bahkan jauh sebelum masehi. Catatan sejarah menyebutkan bahwa bubur sudah ada sejak zaman Kaisar Kuning atau Kaisar Xuanyuan Huangdi di Tiongkok. Pada tahun 238 sebelum masehi, terjadi musim paceklik yang membuat masyarakat kekurangan bahan makanan. Kaisar, yang saat itu sedang menyantap nasi, menuangkan sup panas ke atas nasinya sehingga nasi tersebut mengembang. Ia kemudian meminta juru masaknya untuk memasak nasi hingga menjadi bubur agar ada lebih banyak makanan yang bisa disantap oleh rakyatnya.

Seiring berjalannya waktu, bubur menjadi makanan sarapan sehari-hari di Tiongkok, dan kebiasaan ini menyebar hingga ke Indonesia. Bubur ayam di Indonesia mengalami berbagai perkembangan. Pada awalnya, bubur ayam hanya disajikan dengan ayam, kuah kaldu, dan bawang goreng. Namun, seiring waktu, berbagai macam topping mulai ditambahkan, seperti telur, cakwe, kerupuk, dan sambal, menjadikannya lebih variatif dan kaya rasa.
Banyak masyarakat Indonesia yang menyantap bubur ayam sebagai sarapan pagi. Bubur ayam di Indonesia memiliki berbagai variasi daerah, seperti bubur ayam khas Jakarta, Cianjur, Bandung, dan lainnya, yang masing-masing memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu varian yang terkenal adalah bubur ayam khas Tambun.
Bubur khas Tambun telah dikenal luas oleh masyarakat sekitar Jabodetabek. Awal mula bubur Tambun ini mudah ditemukan di kompleks perumahan dan perkantoran dari Bekasi, Jakarta, hingga Tangerang. Pedagang bubur khas Tambun dapat dikenali melalui motor dan gerobak berwarna silver yang mereka gunakan untuk berjualan. Mereka tersebar di berbagai daerah perumahan, perkantoran, hingga kawasan industri di sekitar Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.
Bubur khas Tambun disajikan untuk masyarakat yang mencari sarapan praktis namun lezat di pagi hari. Para pedagang bubur khas Tambun ini memulai aktivitasnya sejak subuh, menyiapkan bahan-bahan dan berangkat ke lokasi jualan. Mereka rela menempuh jarak Tambun-Jakarta sekitar 29 km, bahkan sampai Bintaro, untuk mencari nafkah. Setelah bubur ayam habis terjual, mereka akan kembali pulang ke Tambun.

Ada alasan tersendiri mengapa mereka memilih bolak-balik Tambun-Jakarta. Itu karena keuntungan yang didapatkan dari berjualan di Jakarta terbilang tinggi. Penjual bubur Tambun pun jumlahnya ada ribuan. Meski begitu, masing-masing mereka memiliki pelanggan masing-masing. Bahkan saking banyaknya penjual bubur di Tambun, mereka sampai memiliki komunitas sendiri yang dinamakan Bubar Community atau bubur ayam community.
Dalam satu hari, penjual bubur motor bisa menghabiskan hingga 120 porsi. Satu porsi dibanderol Rp 10.000. “Kalau ditotal 120 porsi, penjual bubur bisa mendapatkan Rp 1.200.000 dalam sehari,” kata Aziz, seorang penjual bubur.
Para pedagang ini tinggal di kampung-kampung di Tambun, Bekasi, Jawa Barat, terutama di Kecamatan Tambun Selatan. Kampung-kampung tersebut antara lain Kampung Buwek dan Kampung Pulo, yang paling identik sebagai kampung tukang bubur. Meskipun tidak ada tanda khusus yang menunjukkan kampung tersebut sebagai wilayah asal bubur ayam, setiap pagi terlihat puluhan motor dengan rombong aluminium yang mengkilap siap melaju ke destinasi mereka. Ibu-ibu di kampung tersebut juga memiliki aktivitas hampir serupa, mereka meracik bawang merah dan bumbu lainnya untuk mendukung para pedagang bubur.
Bubur motor Tambun memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan bubur gerobakan yang mengacu pada resep Cianjur. Bubur khas Tambun lebih mirip dengan bubur khas China atau Bandung, namun dengan cita rasa yang unik. Dalam satu porsi bubur Tambun, disajikan bersama dengan ayam, seledri, bawang goreng, kecap asin, sambal kacang, tongcai, dan cakwe.
Menurut Edi, seorang pedagang bubur senior yang telah berjualan sejak 1981, bubur yang mereka jual awalnya dikenal sebagai bubur khas China. Namun, seiring waktu dan modifikasi yang dilakukan, bubur ini dikenal sebagai bubur khas Tambun. Edi juga mengungkapkan bahwa para pedagang bubur ini bermula dari kumpulan para perantau di Jakarta pada sekitar tahun 1980-1990-an. Beberapa dari mereka sudah menjual bubur dengan gerobakan atau dipikul. Setelah kembali ke rumah, mereka melanjutkan usaha berjualan bubur di sekitar Tambun dengan menggunakan gerobak atau sepeda.
Penggunaan motor sebagai alat berjualan mulai muncul dengan adanya praktik kredit motor yang ditawarkan. Banyak pedagang memberanikan diri mengambil kredit untuk membeli motor dan menjangkau pelanggan yang lebih jauh. Sejak itu, semakin banyak pedagang bubur yang menjajakan dagangan mereka hingga ke luar kota di sekitar Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Menurut Aziz, penggunaan motor untuk berjualan telah meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan. Banyak pedagang yang ekonominya terbantu oleh aktivitas menjual bubur. Hal ini juga menarik minat masyarakat lain untuk mencoba peruntungan berjualan bubur, menjadikan bisnis ini berkembang pesat.
Bubur ayam tidak hanya menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia, tetapi juga menjadi simbol ketahanan dan adaptasi budaya yang kaya sejarah. Dari asal-usulnya yang sederhana hingga variasi modern dengan berbagai topping, bubur ayam terus menjadi bagian penting dari kuliner Indonesia. Dengan berbagai cerita dan sejarah di baliknya, bubur ayam tidak hanya menawarkan kelezatan tetapi juga warisan budaya yang berharga.