Jenderal Bintang Lima: Pangkat Tertinggi dalam Kemiliteran Indonesia

Pangkat dalam kemiliteran adalah lambang kehormatan, keberanian, dan dedikasi seorang prajurit kepada negaranya. Dalam struktur hierarki militer Indonesia, pangkat Jenderal Bintang Lima adalah yang tertinggi, melambangkan pencapaian puncak yang hanya dapat diraih oleh perwira-perwira terbaik. Mendapatkan pangkat ini bukanlah tugas yang mudah, karena memerlukan pengorbanan, keberanian, dan dedikasi yang luar biasa. Sejarah mencatat bahwa hanya segelintir perwira yang berhasil mencapai posisi terhormat ini.

Di antara ratusan ribu prajurit yang pernah bertugas di Tentara Nasional Indonesia (TNI), hanya tiga perwira yang berhasil meraih pangkat Jenderal Bintang Lima. Ketiga perwira ini tidak hanya dikenal karena kepemimpinannya yang luar biasa, tetapi juga karena kontribusinya yang besar terhadap perjuangan dan kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah sosok yang menjadi teladan bagi generasi penerus, menginspirasi melalui tindakan dan keputusan yang mereka ambil di masa-masa sulit.

Perwira Tinggi TNI dengan Pangkat Jenderal Besar Bintang Lima Di Indonesia, hanya ada tiga Perwira Tinggi TNI yang menyandang pangkat Jenderal Bintang Lima. Hal tersebut telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1997, mereka adalah:

  • Panglima Besar Jenderal Sudirman (Keppres No. 44/ABRI/1997)
  • Jenderal (Purn) Abdul Haris Nasution (Keppres No. 45/ABRI/1997)
  • Jenderal (Purn) Soeharto (Keppres No. 46/ABRI/1997)

Mereka meraih pangkat Jenderal Bintang Lima karena telah memenuhi berbagai syarat yang disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (2a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 yang berbunyi:

1. Perwira Tinggi terbaik yang tidak pernah mengenal berhenti dalam perjuangannya dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
2 . Perwira Tinggi terbaik yang pernah memimpin perang besar dan berhasil dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Perwira Tinggi terbaik yang telah meletakkan dasar-dasar perjuangan ABRI.

    Profil Singkat Tiga Jenderal Besar Bintang Lima di Indonesia

    Ingin tahu seperti apa profil dari tiga Perwira Tinggi TNI yang berpangkat Jenderal Besar Bintang Lima? Mengutip dari berbagai sumber, berikut profil mereka.

    1. Jenderal Sudirman

    Nama lengkap: Raden Soedirman
    Tempat tanggal lahir: Purbalingga, 24 Januari 1916
    Wafat: 29 Januari 1950

      Riwayat pendidikan:

      • Hollandsche Inlandsche School (HIS) Cilacap (1923)
      • Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) (1932)
      • Perguruan Param Wiworo Tomo (1933)

      Pengalaman militer:

      • Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal Besar Bintang Lima
      • Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
      • Komandan Batalyon di Kroya

      Jenderal Sudirman tercatat sebagai panglima sekaligus jenderal pertama dan termuda di Indonesia. Ia mendapat pangkat jenderal saat usianya menginjak 31 tahun.

      Mengutip buku IPS oleh Anwar Kurnia, Jenderal Sudirman selalu konsisten dan konsekuen dalam membela Tanah Air. Sikap bijaksananya terlihat ketika terjadi Agresi Militer II Belanda.

      Kala itu, Jenderal Sudirman memerintahkan tentara republik ke luar kota untuk bergerilya melawan Belanda. Hebatnya, ia memutuskan untuk memimpin gerilya walau kondisinya sedang sakit berat, yakni terserang TBC.

      Fakta menarik, Jenderal Sudirman mendapat pangkat jenderal lewat pelantikan Presiden pada 18 Desember 1945. Jadi, ia memperoleh pangkat jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena prestasinya.

      2. Jenderal Abdul Haris Nasution

      Nama: Abdul Haris Nasution
      Tempat tanggal lahir: Kotanopan, 3 Desember 1918
      Wafat: 6 September 2000

        Riwayat pendidikan:

        • Hollandsch Inlandsche School (HIS) (1932)
        • Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) (1935)
        • Algemene Middelbare School B (AMS) (1938)

        Pengalaman militer:

        • Vaandrig atau pembantu letnan calon perwira di Batalyon 3 Surabaya
        • Kepala Staf Komandemen TKR I/Jawa Barat
        • Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI)
        • Panglima Divisi III/TKR Priangan
        • Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)

        Pengalaman militer Jenderal Abdul Haris Nasution tak perlu diragukan lagi. Berawal dari berkecimpung di bidang militer dengan mengikuti rangkaian pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) KNIL atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan, beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Indonesia.

        Dilansir laman Pusat Sejarah TNI, selama berkiprah di militer, Nasution memiliki sejumlah peran penting dalam perjalanan sejarah Indonesia. Ia merupakan sebagai peletak dasar perang gerilya melawan Belanda saat memimpin pasukan Siliwangi pada masa Agresi Militer I Belanda.

        Salah satu momen yang tak pernah dilupakan oleh Nasution ketika peristiwa 30 September 1965 atau yang dikenal G30S PKI. Kala itu, Nasution menjadi salah satu target pasukan Cakrabirawa.

        Namun, ia berhasil kabur dengan melompat dinding Kedutaan Besar Irak yang berada di samping rumahnya untuk bersembunyi. Tapi nahas, anak bungsunya yakni Ade Irma Suryani menjadi korban tragedi tersebut.

        3. Jenderal Soeharto

        Nama: Soeharto
        Tempat tanggal lahir: Yogyakarta, 8 Juni 1921
        Wafat: 27 Januari 2008

          Riwayat pendidikan:

          • SD di Tiwir, Yogyakarta, Wuryantoro, dan Solo (1929-1934)
          • SMP dan Sekolah Agama, Wonogiri dan Yogyakarta (1935-1939)
          • Masuk KNIL dan Mengikuti Pendidikan Dasar Militer di Gombong, Jawa Tengah (1 Juni 1940)
          • Sekolah Kader di Gombong (2 Desember 1940)
          • Masuk Kepolisian Jepang Keibuho (Mei 1943)
          • SKAD, Bandung (1959-1960)

          Pengalaman militer:

          • Menjadi Shodanco (Komandan Peleton) PETA di Yogyakarta (8 Oktober 1943)
          • Menjadi Cudanco (Komandan Kompi) PETA setelah Mengikuti Pendidikan (1944)
          • Kembali ke Yogya dan Membentuk Barisan Keamanan Rakyat (Agustus 1945)
          • Dan Yon Brigade (1945 – 1950)
          • Komandan Brigade Pragola Sub Teritorium IV Jawa Tengah (1953)
          • Komandan Resimen Infanteri 15 (1953)
          • Kepala Staf Teritorium IV Divisi Diponegoro (1956)
          • Deputi I Kasad (1960)
          • Ketua Komite Ad Hoc Retooling TNI – AD (1960)
          • Atase Militer RI di Beograd, Paris dan Bonn (1961)
          • Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat (1962)
          • Panglima Kostrad (1963 – 1965)
          • Pimpinan Sementara TNI – AD (1965)
          • Panglima TNI – AD (1966)
          • Ketua Presidium Kabinet Ampera (1966)
          • Pejabat Presiden RI (1967)
          • Presiden RI Hasil SU MPR (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Masa Jabatan Pertama)
          • Merangkap Jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan (6 Juni 1968)
          • Terpilih Kembali Sebagai Presiden RI (TAP MPR No. IX/1973 Masa Jabatan ke-2)
          • Terpilih Kembali Sebagai Presiden RI (TAP MPR No. X/1978 Masa Jabatan ke-3)
          • Terpilih Kembali Sebagai Presiden RI oleh SU MPR (TAP MPR No. VI/MPR 1983 Masa Jabatan ke-4)
          • Terpilih Kembali sebagai Presiden RI pada 10 Maret 1988 Masa Jabatan ke-5
          • Ketua Gerakan KTT Non Blok (GNB) (1992-1995)
          • Terpilih Kembali sebagai Presiden RI oleh SU MPR pada 11 Maret 1993 Masa Jabatan ke-6.
          • Ketua Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bogor
          • Terpilih Kembali sebagai Presiden RI untuk masa bakti 1998-2003 Masa Jabatan ke-7(namun mengundurkan diri pada 21 Mei 1998)

          Mengutip laman Perpustakaan Nasional, Soeharto menjadi presiden dengan masa pemerintahan terlama di Indonesia, yakni selama 32 tahun dengan enam kali pemilu.

          Selama menjabat, ada enam Wakil Presiden berbeda yang menemani Soeharto sebagai presiden, mulai dari Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusumah, Soedharmono, Try Sutrisno, hingga Bacharuddin Jusuf (B.J) Habibie.

          Mendapat julukan Bapak Pembangunan, namun karier Soeharto goyah saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998. Di tahun itu, masyarakat Indonesia menuntut agar Soeharto mundur dari kursi pemerintahan.

          Akhirnya, pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa dia melepaskan jabatannya sebagai presiden. Saat itu, jabatan presiden Indonesia digantikan oleh sang wakil presiden, B.J Habibie.

          Profil tiga Jenderal Besar Bintang Lima di Indonesia ini menggambarkan betapa besar pengorbanan dan dedikasi yang mereka berikan untuk negara. Mereka tidak hanya menjadi pilar dalam sejarah perjuangan dan kemerdekaan Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi penerus. Masing-masing memiliki kisah heroik yang membanggakan dan layak dikenang sepanjang masa.

          Dengan memahami perjalanan hidup dan kontribusi para Jenderal Bintang Lima ini, kita dapat lebih menghargai nilai-nilai perjuangan dan semangat pantang menyerah. Semoga kisah mereka terus menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

          Posted In : ,

          Tinggalkan Balasan

          Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *