Makna dan Sejarah Singkat Takjil di Indonesia, Tradisi Khas Menjelang Buka Puasa
Di awal bulan Ramadhan, masyarakat Indonesia menyambut berbagai kebiasaan yang unik di bulan ini. Misalnya seperti mengadakan ibadah di malam hari, menyiapkan Sahur dan buka puasa hingga para pedagang takjil yang bermunculan di berbagai penjuru kota.
Takjil menjadi salah satu tradisi khas yang dilakukan oleh umat Islam di Indonesia pada setiap puasa bulan Ramadhan. Lalu apa sebenarnya takjil itu?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takjil memiliki dua arti, yaitu menyegerakan buka puasa (bentuk verbal) dan memberi makan untuk berbuka (bentuk kata benda).
Istilah takjil yang dikutip dari laman Muhammadiyah berasal dari Hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berbunyi: “Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka”.
Ajjalu memiliki arti turunan atau pergeseran makna dari istilah Arab yakni ajjala-yu’ajjilu-ta’jilan yang berarti “momentum”, “tergesa-gesa’, ‘menyegerakan’, atau ‘mempercepat”.
Dalam pengertian ini, takjil identik dengan menu pembuka untuk membatalkan ibadah puasa maghrib seperti kurma, es buah, kolak, bubur sumsum, gorengan atau makanan ringan lainnya. Oleh karena itu, takjil menjadi menu awal sebelum Anda mulai makan makanan besar (utama) seperti nasi. Dan pada umumnya tradisi takjil ini hampir dilakukan oleh umat Islam Indonesia yang berbuka puasa.
Oleh karena itu, tidak lengkap rasanya jika berbuka puasa tidak disertai dengan takjil. Bahkan takjil ini terkadang bisa menjadi menu penting bagi sebagian orang. Karena harus makan dulu dan setelah tarawih boleh makan banyak-banyak.
Tradisi Takjil di Indonesia
Catatan Snouck Hurgonje dalam De Atjehers, yang disusun 1891-1892, menunjukkan bahwa tradisi takjil dikenal masyarakat Aceh sejak bulan Ramadhan kala itu. Setiap kali sebelum berbuka puasa, masyarakat Aceh menyiapkan takjil bersama di masjid, biasanya dengan menu khusus berupa e bu peudah atau bubur pedas.
Tidak hanya di Aceh, Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1912 ini disebut-sebut berperan menyebarkan takjil sebagai tradisi di bulan Ramadhan.
Abdul Munir Mulkhan dalam buku berjudul Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan (2010) menyebutkan bahwa Muhammadiyah berperan penting dalam menyebarkan tradisi Takjil di tanah air. Ditambahkan oleh Abdul Munir Mulkhan, Muhammadiyah mempopulerkan kebiasaan selesai makan sebelum matahari terbit dan menyelenggarakan acara Takjil untuk menyegerakan umat Islam berbuka puasa.
Takjil juga bisa menjadi bentuk perilaku terpuji. Orang yang dikaruniai rejeki bisa memberikan takjil berupa makanan cepat saji kepada umat Islam lainnya yang membutuhkan.
Ikuti :