Peradilan militer di Indonesia memiliki sejarah panjang yang penuh dengan dinamika dan perubahan. Dari masa penjajahan hingga era reformasi, peradilan militer telah melalui berbagai fase yang membentuk sistem hukum yang kita kenal saat ini. Berikut adalah perjalanan menarik dari peradilan militer di Indonesia yang mencerminkan kompleksitas dan evolusi sistem hukum kita.
1. Masa Pendudukan Belanda dan Jepang

Sebelum perang Dunia ke-II, Peradilan Militer Belanda di Indonesia dikenal dengan “Krijgsraad” dan “Hoog Militair Gerechtshof”. Peradilan ini ruang lingkupnya meliputi perbuatan pidana militer dan anggota-anggotanya terdiri dari Angkatan Darat Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) yaitu KNIL dan anggota Angkatan Laut Belanda. Anggota Angkatan Darat Hindia Belanda (KNIL) di periksa dan di adili oleh “Krijgsraad” untuk tingkat pertama dan “Hoog Militair Gerechtshof” untuk tingkat banding. engan demikian penguasa Belanda di Jawa-Madura maupun diluar daerah mengadakan “Temporaire Krijgsraad” yaitu Mahkamah Militer sementara yang di beri wewenang pula mengadili tindak pidana yang oleh orang-orang bukan Militer serta bukan di golongkan dalam bangsa Indonesia.
2. Masa Sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia (1945 s/d 1970)

Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, merupakan titik awal penegakan hukum oleh Bangsa Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara RI yang di dalamnya terkandung nilai-nilai dasar dan kaedah yang fundamental berdasarkan atas hukum bukan kekuasaan. Setelah berdirinya Negara Republik Indonesia, pemerintah tetap mempertahankan badan-badan Peradilan serta Peraturan-Peraturan dari Jaman Pendudukan Jepang dengan perubahan-perubahan / penambahan-penambahan berdasarkan UUD 1945. Ketentuan inilah yang merupakan dasar hukum yang terpenting dari praktek Peradilan di Indonesia pada masa dekat setelah Proklamasi.
Dengan adanya ketentuan tersebut Peradilan-Peradilan (terutama Peradilan Umum dan Peradilan Agama) yang telah ada di jaman pendudukan Jepang tetap berjalan seperti keadaan sebelumnya. Demikian juga seharusnya Peradilan Ketentaraan. Berdasarkan ketentuan peralihan tersebut di atas, Pemerintah Indonesia dapat mewarisi juga Peradilan Ketentaraan yang telah ada pada Jaman Pendudukan Jepang.
Peradilan Militer ini baru dibentuk setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1946 pada tanggal 8 Juni 1946. Namun demikian ini tidak berarti bahwa pada masa diantara 5 Oktober 1945 dan 8 Juni 1946 dalam Iingkungan Angkatan Bersenjata tidak ada Hukum dan Keadilan. Adalah telah menjadi prinsip khususnya bagi para pemimpin TNI bahwa dalam keadaan apa pun keadilan harus selalu ditegakkan. Bahwa pada waktu itu berhubung dengan keadaan belum diadakan Peradilan-Peradilan Militer, tidak berarti bahwa terhadap pelanggaran-pelanggaran Hukum sama sekali tidak diadakan tindakan apapun, seperti diketahui dalam Lingkungan Militer selalu berlaku hukum disiplin, inilah pada masa itu pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di Lingkungan ABRI diselesaikan serta keadilan ditegakkan.
3. Masa Reformasi Kekuasaan Lembaga Peradilan (1970-1998)

Berdasarkan pada latar belakang politik seperti yang telah diutarakan diatas, maka lahirlah UU No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman sebagai pengganti UU No 19 tahun 1964. UU No. 14 tahun 1970 tersebut merupakan resultan dari pertentangan pendapat antara kelompok komponen Orde Baru dengan kekuatan kelompok Militer yang tidak menghendaki kekuasaan lembaga peradilan Negara RI Terlepas dari kontrol pemerintah atau birokrasi. Hasil kompromi dari dua pandangan yang sating bertentangan tersebut adalah dicabutnya pasal 19 tersebut, serta makna pasal 24 dan 25 beserta penyelesaiannya di masukakan dalam UU kekuasaan kehakiman yang baru tetapi pembinaan administrasi, organisasi dan Finansial badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.yang direktur jenderalnya dari Kehakiman Agung.
Berdasarkan UU. No. 31 Tahun 1997 Peradilan Militer disusun sebagai berikut :
1. Pengadilan Militer sebagai Peradilan Tingkat Pertama bagi Terdakwa berpangkat atau yang disamakan dengan Kapten ke bawah.
2. Pengadilan Militer Tinggi sebagai :
- Peradilan Tingkat Pertama bagi Terdakwa yang berpangkat Mayor atau yang disamakan dengan Mayor ke atas.
- Peradilan Tingkat Pertama bagi sengketa Tata Usaha Militer.
- Peradilan Banding terhadap Putusan Pengadilan Militer.
3. Pengadilan Militer Utama :
- Peradilan Tingkat Banding sengketa Tata Usaha Militer yang telah diputus oleh Pengadilan Militer Tinggi.
- Memutus Tingkat Pertama dan terakhir sengketa wewenang dan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan.
Pengadilan Militer Tinggi dengan Pengadilan Militer. Memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dengan Oditur mengenai diajukan atau tidak suatu perkara dihadapan Peradilan Militer atau Peradilan Umum.
4. Sistem Peradilan Satu Atap di Indonesia.

Tempat kedudukan Peradilan Militer Utama berada di Ibu Kota Negara Republik Indonesia, sedangkan nama, tempat kedudukan dan daerah hukum Peradilan Iainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima dan apabila perlu Peradilan Militer dan Peradilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya, juga apabila diperlukan Peradilan Militer dan Peradilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar daerah hukumnya atas ijin kepala Panglima Militer Utama, sedangkan Peradilan Tertinggi dalam Peradilan Militer dalam Tingkat Kasasi adalah di bawah Mahkamah Agung RI.
Perkembangan politik pasca jatuhnya Pemerintahan Orde Baru membawa tuntutan pembaharuan reformasi disegenap lapangan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk reformasi di bidang hukum secara umum dan di bidang Pengadilan secara khusus. Reformasi sektor hukum dan Pengadilan dimaksudkan untuk memperkuat Indepedensi Kekuasaan Lembaga Peradilan.
Pemikiran Reformatif dalam bidang Hukum adalah berkenaan dengan peran kekuasaan kehakiman yang muncul dalam era reformasi pada pertengahan dan akhir tahun 1990-an adalah bahwa organisasi, administrasi dan keuangan lembaga kekuasaan kehakiman harus ditangani oleh kekuasaan kehakiman sendiri, yaitu oleh badan peradilan. Selama lembaga eksekutif menangani organisasi, administrasi dan keuangan peradilan mengakibatkan beban Peradilan tidak berdiri Independen, terpengaruh oleh kekuasaan eksekutif.
5. Masa Kini: Tantangan dan Harapan

Saat ini, peradilan militer di Indonesia terus berkembang dengan berbagai tantangan yang dihadapi. Peran peradilan militer dalam menjaga disiplin dan hukum di kalangan militer tetap penting, namun harus seimbang dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Harapan ke depan adalah peradilan militer yang lebih transparan, akuntabel, dan adil, sejalan dengan perkembangan hukum dan demokrasi di Indonesia.
Sejarah peradilan militer di Indonesia adalah cerminan dari perjalanan panjang bangsa ini dalam mencari keadilan dan penegakan hukum. Dari masa penjajahan hingga era reformasi, peradilan militer telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan yang signifikan. Dengan terus berupaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, peradilan militer diharapkan dapat menjadi pilar penting dalam sistem hukum Indonesia yang modern dan demokratis.
Ikuti
Tinggalkan Balasan