Gelombang demonstrasi besar-besaran yang melanda berbagai daerah di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir bukan hanya menyoroti kebijakan pemerintah dan aparat kepolisian, tetapi juga menyasar para wakil rakyat di parlemen. Sejumlah anggota DPR dinilai melontarkan pernyataan yang tidak peka terhadap penderitaan masyarakat, sehingga memicu kemarahan publik dan memperburuk citra lembaga legislatif.
Pekan lalu, Indonesia diguncang demonstrasi besar. Aksi itu dipicu oleh kebijakan pemerintah, tindakan aparat kepolisian yang dinilai brutal, serta komentar pejabat yang dianggap tidak berempati pada penderitaan rakyat. Situasi memanas, kericuhan pecah, bahkan rumah pejabat ikut dirusak massa.
Presiden Prabowo langsung mengambil sikap. Beliau membatalkan kunjungan ke luar negeri dan memanggil pimpinan lembaga negara serta ketua umum partai ke Istana Jakarta. Dari rapat itu lahir kesepakatan: partai politik harus menindak kadernya di DPR yang bermasalah. Langkahnya tegas: pencabutan keanggotaan, pemotongan tunjangan, hingga moratorium kunjungan luar negeri.
Namun, muncul pertanyaan penting: apa sebenarnya konsekuensi dari status “nonaktif” ini?
5 Anggota DPR Dinonaktifkan Tetap Terima Gaji? Ini Penjelasannya
Publik penasaran apakah lima anggota DPR yang dinonaktifkan tersebut masih berhak menerima gaji dan tunjangan negara. Menurut peneliti BRIN, Lili Romli, istilah “nonaktif” sebenarnya tidak dikenal dalam UU MD3. Yang ada hanyalah pemberhentian sementara atau pemberhentian antarwaktu (PAW). Jika penonaktifan ini dimaknai sebagai PAW, maka sejak 1 September 2025 mereka otomatis berhenti menerima gaji dan tunjangan.
Namun, jika nonaktif hanya dianggap sebagai pemberhentian sementara, maka mereka tetap berhak atas sebagian hak keuangan sesuai Pasal 244 UU MD3. Ketidakjelasan inilah yang menimbulkan kebingungan di masyarakat. Publik berharap istilah “nonaktif” benar-benar bermakna diberhentikan penuh, sesuai dengan janji Presiden dan keputusan partai, agar tidak memunculkan kekecewaan baru.
Anggota DPR Diberhentikan, Siapa yang Menjadi Pengganti?
Jika seorang anggota DPR resmi diberhentikan melalui mekanisme PAW, kursi kosong tersebut tidak boleh dibiarkan lama. Mekanisme PAW memastikan suara rakyat tetap terwakili. Calon pengganti dipilih dari partai politik yang sama, di daerah pemilihan yang sama, dan diambil dari daftar calon tetap Pemilu sebelumnya berdasarkan urutan suara terbanyak berikutnya.
Proses PAW melibatkan partai politik, DPR, KPU, hingga keputusan Presiden. Dengan begitu, keberlangsungan fungsi legislatif tetap terjaga. Artinya, meski lima anggota DPR dinonaktifkan, rakyat tetap akan memiliki wakil baru di parlemen yang secara sah menggantikan posisi mereka sesuai aturan hukum yang berlaku.
1.Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio)

Eko Hendro Purnomo, yang akrab dikenal sebagai Eko Patrio, lahir 30 Desember 1970. Ia dikenal luas sebagai pelawak, presenter, produser, sekaligus aktor dari grup komedi Patrio. Popularitasnya di dunia hiburan membuatnya mudah diterima publik ketika terjun ke politik.
Eko masuk DPR sejak 2009, semula mewakili Jawa Timur VIII, lalu pindah ke DKI Jakarta I pada periode 2019–2024. Bahkan ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PAN periode 2024–2029. Namun, sejak 1 September 2025, Eko dinonaktifkan oleh PAN dari jabatannya di DPR. Langkah ini diambil setelah pernyataannya di tengah kondisi demo memicu kritik publik.
2. Surya Utama (Uya Kuya)

Surya Utama, atau lebih dikenal sebagai Uya Kuya, lahir 4 April 1975. Ia entertainer multitalenta: presenter, penyiar radio, aktor, komedian, hingga penyanyi rap. Kehadirannya di dunia hiburan selalu identik dengan gaya energik dan penuh kejutan.
Pada 2024, Uya Kuya terpilih sebagai anggota DPR RI mewakili DKI Jakarta II lewat PAN. Namun, karier politiknya yang baru seumur jagung ini harus terganjal. Bersamaan dengan Eko Patrio, Uya dinonaktifkan PAN efektif 1 September 2025. Kebijakan ini diambil untuk menjaga integritas partai setelah pernyataannya dinilai tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat.
3. Ahmad Sahroni

Ahmad Sahroni lahir 8 Agustus 1977 di Jakarta Utara. Ia dikenal luas sebagai pengusaha sukses dengan julukan “Crazy Rich Tanjung Priok.” Perjalanan hidupnya sering disebut inspiratif, dari sopir hingga menjadi pebisnis otomotif dan kemudian politisi.
Sahroni masuk DPR sejak 2014 mewakili Jakarta III lewat Partai NasDem. Kariernya di partai juga moncer: dari Bendahara DPW, Ketua DPW, hingga Bendahara Umum DPP NasDem. Namun, NasDem menonaktifkannya per 1 September 2025. Pernyataan Sahroni dalam gelombang demo dianggap mencederai perasaan rakyat, sehingga partai menilai perlu mengambil langkah tegas.
4. Nafa Urbach

Nafa Indria Urbach, lahir 15 Juni 1980 di Magelang, Jawa Tengah. Ia adalah artis serbabisa: penyanyi, aktris, sekaligus produser. Nafa mulai dikenal lewat lagu “Bagai Lilin Kecil” dan sejumlah sinetron populer di era 90-an dan 2000-an.
Pada 2024, Nafa terpilih sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah VI lewat Partai NasDem. Ia ditempatkan di Komisi IX yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, dan BPJS. Namun, sebuah pernyataan kontroversial terkait tunjangan perumahan Rp50 juta membuatnya dinonaktifkan oleh NasDem sejak 1 September 2025. Langkah itu dianggap perlu demi meredam kemarahan publik.
5. Adies Kadir

Adies Kadir, lahir 17 Oktober 1968 di Balikpapan. Ia adalah politisi senior Partai Golkar dengan latar pendidikan teknik dan hukum, bahkan meraih gelar doktor. Karier politiknya panjang: dari anggota DPRD Surabaya, lalu DPR RI sejak 2014 mewakili Jawa Timur I.
Pada periode 2024–2025, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI di bawah pimpinan Puan Maharani. Namun, pernyataannya mengenai kenaikan tunjangan anggota DPR di tengah krisis sosial memicu gelombang kritik. Akhirnya, Golkar memutuskan menonaktifkan Adies efektif 1 September 2025.
Kasus ini adalah peringatan keras bahwa rakyat tidak bisa lagi dianggap pasif. Demonstrasi yang meluas menunjukkan aspirasi publik harus menjadi prioritas utama wakil rakyat. Partai politik kini diuji: apakah benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya sekadar menjaga citra.
Ke depan, mekanisme hukum seperti PAW perlu dijalankan dengan tegas dan transparan. Rakyat berhak tahu siapa pengganti mereka, dan apakah uang pajak yang mereka bayarkan masih mengalir ke anggota DPR yang sudah dinonaktifkan.
Jangan ketinggalan berita terkini dan konten menarik dari SerbaID!
Dukung Kami:
Belajar jadi mudah dan praktis!
Temukan eBook berkualitas di www.platihan.id dan upgrade kemampuanmu!

