Marak Mobil Listrik, Konversi Kendaraan Memakai BBM Bisa Mendorong Penerapan Kendaraan Listrik
Konversi kendaraan bermotor berbahan bakar bensin (BBM) atau konvensional diyakini dapat mendorong ekosistem penggunaan kendaraan bermotor listrik, khususnya roda empat, di Indonesia.
Di jalan raya, karena perbedaan konstruksi, hal ini cukup sulit dan mahal untuk dilakukan. Langkah ini paling realistis dilakukan pada kendaraan roda dua, yaitu sepeda motor.
“Jadi dalam beberapa kasus biaya konversi mobil listrik malah lebih mahal dari harga barunya,” imbuhnya. Lantas apakah pemerintah memiliki rencana memberikan insentif sektor pajak agar biaya konversi menjadi lebih murah? Menanggapi hal tersebut, Miftahudin mengaku pihaknya belum berencana memberikan insentif serupa.
Karena saat ini pemerintah sedang fokus pada pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
“Saat ini kami belum ada pembicaraan untuk mendorong bengkel beralih ke mobil listrik. Kami fokus pada pengembangan kendaraan listrik agar lebih murah,” katanya. Sebab kendaraan listrik menempati hingga 40 persen dari keseluruhan struktur bangunan.
Jika komponen ini terus diimpor, biaya mobil listrik akan meningkat. terus akan mahal, serta tingkat TKDN. Upaya ini dilatarbelakangi dengan dikeluarkannya beberapa peraturan pemerintah dengan insentif bagi industri otomotif yang berminat membangun industri kendaraan listrik.
Beberapa di antaranya termasuk insentif perpajakan, seperti yang telah disebutkan PMK 130/PMK .010/2020 dan insentif perpajakan PP 78/2019. “Industri mobil listrik harus terintegrasi dengan baterai dan bagian lain. Jangan hanya merakit dan merakit karena tidak ada nilai tambah yang signifikan,” ujarnya.
“Karena mobil listrik lebih mudah dirakit daripada mobil konvensional karena komponen yang digunakan sedikit. Kami menawarkan insentif untuk mendorong industri agar tertarik pada era elektrifikasi,” tambah Miftahudin.
IKUTI